Kumpulan Cerita Dewasa Hot
– Aku sedang menonton televisi di kamarku ketika Fay keluar dari kamar
mandi mengenakan baju tidur. Hm.. dia pasti habis cuci muka dan
bersih-bersih sebelum tidur. Di kamar tidur kami memang terdapat kamar
mandi dan televisi, sehingga aku menonton televisi sambil tiduran. Fay
berbaring di sampingku, dan memejamkan matanya. Lho? Dia langsung mau
tidur nih! Padahal aku sejak tadi menunggu dia. Lihat saja, si “ujang”
sudah bangun menantikan jatahnya.
“Fay! Kok langsung tidur sih?”
“Mm..?”
Fay membuka matanya.
Lalu ia duduk dan menatapku. Kemudian ia tersenyum manis. Woow… burungku
semakin mengeras. Fay mendekatkan wajahnya ke wajahku. Tangannya yang
lembut halus membelai wajahku. Jantungku berdetak cepat. Kurangkul
tubuhnya yang mungil dan hangat. Terasa nyaman sekali. Fay mencium
pipiku. “Cupp..!”
“Tidur yang nyenyak yaa…” katanya perlahan.
Lalu ia kembali berbaring dan memejamkan matanya. Tidur! Nah lho? Sial benar. Cuma begitu saja? Aku terbengong beberapa saat.
“Fay! Faayy..!” aku mengguncang-guncang tubuhnya.
“Umm… udah maleem… Fay ngantuk niih…”
Kalau
sudah begitu, percuma saja. Dia tidak akan bangun. Padahal aku sedang
birahi tinggi dan butuh pernyaluran. Si “ujang” masih tegang dan
penasaran minta jatah.
Begitulah Fay. Sebagai istri, dia hampir sempurna. Wajah dan fisiknya
enak dilihat, sifatnya baik dan menarik. Perhatiannya pada kebutuhanku
sehari-hari sangat cukup. Hanya saja, kalau di tempat tidur dia sangat
“hemat”. Nafsuku terbilang tinggi. Sedangkan Fay, entah kenapa
(menurutku) hampir tidak punya nafsu seks. Tidak heran meskipun sudah
lebih setahun kami menikah, sampai saat ini kami belum punya anak. Untuk
pelampiasan, aku terkadang selingkuh dengan wanita lain. Fay bukannya
tidak tahu. Tapi tampaknya dia tidak terlalu mempermasalahkannya.
Nafsuku sulit ditahan. Rasanya ingin kupaksa saja Fay untuk
melayaniku. Tapi melihat wajahnya yang sedang pulas, aku jadi tidak
tega. Kucium rambutnya. Akhirnya kuputuskan untuk tidur sambil memeluk
Fay. Siapa tahu dalam mimpi, Fay mau memuaskanku? Hehehe…
Esoknya saat jam istirahat kantor, aku makan siang di Citraland Mall.
Tidak disangka, disana aku bertemu dengan Ami, sahabatku dan Fay semasa
kuliah dahulu. Kulihat Ami bersama dengan seorang wanita yang mirip
dengannya. Seingatku, Ami tidak punya adik. Ternyata setelah kami
diperkenalkan, wanita itu adalah adik sepupu Ami. Fita namanya. Heran
juga aku, kok saudara sepupu bisa semirip itu ya? Pendek kata, akhirnya
kami makan satu meja.
Sambil makan, kami mengobrol. Ternyata Fita seperti juga Ami, tipe
yang mudah akrab dengan orang baru. Terbukti dia tidak canggung
mengobrol denganku. Ketika aku menanyakan tentang Joe (suami Ami,
sahabatku semasa kuliah), Ami bilang bahwa Joe sedang pergi ke Surabaya
sekitar dua minggu yang lalu untuk suatu keperluan.
“Paling juga disana dia main cewek!” begitu komentar Ami.
Aku
hanya manggut-manggut saja. Aku kenal baik dengan Joe, dan bukan hal
yang aneh kalau Joe ada main dengan wanita lain disana. Saat Fita
permisi untuk ke toilet, Ami langsung bertanya padaku.
“Van, loe ama Fay gimana?”
“Baek. Kenapa?”
“Dari dulu loe itu kan juga terkenal suka main cewek. Kok bisa ya akur ama Fay?”
Aku diam saja.
Aku dan Fay memang lumayan akur. Tapi di ranjang jelas ada masalah.
Kalau dituruti nafsuku, pasti setiap hari aku minta jatah dari Fay. Tapi
kalau Fay dituruti, paling hebat sebulan dijatah empat atau lima kali!
Itu juga harus main paksa. Seingatku pernah terjadi dalam sebulan aku
hanya dua kali dijatah Fay. Jelas saja aku selingkuh! Mana tahan?
“Kok diem, Van?” pertanyaan Ami membuyarkan lamunanku.
“Nggak kok…”
“Loe lagi punya masalah ya?”
“Nggaak…”
“Jujur aja deh…” Ami mendesak.
Kulirik
Ami. Wuih, nafsuku muncul. Aku jadi teringat saat pesta di rumah Joe.
Karena nafsuku sudah sampai ke ubun-ubun, maka akal sehatku pun hilang.
“Cerita doong..!” Ami kembali mendesak.
“Mi.., loe mau pesta “assoy” lagi nggak?” aku memulai. Ami kelihatan kaget.
“Eh? Loe jangan macem-macem ya Van!” kecam Ami.
Aduh.., kelihatannya dia marah.
“Sorry! Sorry! Gue nggak serius… sorry yaa…” aku sedikit panik.
Tiba-tiba Ami tertawa kecil.
“Keliatannya loe emang punya masalah deh… Oke, nanti sore kita ketemu lagi di sini ya? Gue juga di rumah nggak ada kerjaan.”
Saat itu Fita kembali dari toilet. Kami melanjutkan mengobrol sebentar, setelah itu aku kembali ke kantor.
Jam 5 sore aku pulang kantor, dan langsung menuju tempat yang
dijanjikan. Sekitar sepuluh menit aku menunggu sebelum akhirnya telepon
genggamku berdering. Dari Ami, menanyakan dimana aku berada. Setelah
bertemu, Ami langsung mengajakku naik ke mobilnya. Mobilku kutinggalkan
disana. Di jalan Ami langsung menanyaiku tanpa basa-basi.
“Van, loe lagi butuh seks ya?”
Aku kaget juga ditanya seperti itu. “Maksud loe?”
“Loe nggak usah malu ama gue. Emangnya Fay kenapa?”
Aku menghela nafas. Akhirnya kuputuskan untuk mengeluarkan uneg-unegku.
“Mi… Fay itu susah banget… dia bener-bener pelit kalo soal begitu.
Loe bayangin aja, gue selalu nafsu kalo ngeliat dia. Tapi dia hampir
nggak pernah ngerespon. Kan nafsu gue numpuk? Gue butuh penyaluran dong!
Untung badannya kecil, jadi kadang-kadang gue paksa dia.”
Ami tertawa. “Maksudnya loe perkosa dia ya? Lucu deh, masa istri sendiri diperkosa sih?”
“Dia nggak marah kok. Lagi gue perkosanya nggak kasar.”
“Mana ada perkosa nggak kasar?” Ami tertawa lagi. “Dan kalo dia nggak marah, perkosa aja dia tiap hari.”
“Kasian juga kalo diperkosa tiap hari. Gue nggak tega kalo begitu…”
“Jadi kalo sekali-sekali tega ya?”
“Yah… namanya juga kepepet… Udah deh… nggak usah ngomongin Fay lagi ya?”
“Oke… kita juga hampir sampe nih…”
Aku heran. Ternyata Ami menuju ke sebuah apartemen di Jakarta Barat. Dari tadi aku tidak menyadarinya.
“Mi, apartemen siapa nih?”
“Apartemennya Fita. Pokoknya kita masuk dulu deh…”
Fita menyambut kami berdua. Setelah itu aku menunggu di sebuah kursi,
sementara Fita dan Ami masuk ke kamar. Tidak lama kemudian Ami
memanggilku dari balik pintu kamar tersebut. Dan ketika aku masuk, si
“ujang” langsung terbangun, sebab kulihat Ami dan Fita tidak memakai
pakaian sama sekali. Mataku tidak berkedip melihat pemandangan hebat
itu. Dua wanita yang cantik yang wajahnya mirip sedang bertelanjang
bulat di depanku. Mimpi apa aku?
“Kok bengong Van? Katanya loe lagi butuh? Ayo sini..!” panggil Ami lembut.
Aku menurut bagai dihipnotis. Fita duduk bersimpuh di ranjang.
“Ayo berbaring disini, Mas Ivan.”
Aku
berbaring di ranjang dengan berbantalkan paha Fita. Kulihat dari sudut
pandangku, kedua bagian bawah payudara Fita yang menggantung mempesona.
Ukurannya lumayan juga. Fita langsung melucuti pakaian atasku, sementara
Ami melucuti pakaianku bagian bawah, sampai akhirnya aku benar-benar
telanjang. Batang kemaluanku mengacung keras menandakan nafsuku yang
bergolak.
“Gue pijat dulu yaa…” kata Ami.
Kemudian Ami menjepit kemaluanku
dengan kedua payudaranya yang montok itu. Ohh.., kurasakan pijatan
daging lembut itu pada kemaluanku. Rasanya benar-benar nyaman. Kulihat
Ami tersenyum kepadaku. Aku hanya mengamati bagaimana kedua payudara Ami
yang sedang digunakan untuk memijat batang penisku.
“Enak kan, Van?” Ami bertanya.
Aku mengangguk. “Enak banget. Lembut…”
Fita meraih dan membimbing kedua tanganku dengan tangannya untuk
mengenggam payudaranya. Dia membungkuk, sehingga kedua payudaranya
menggantung bebas di depan wajahku.
“Van, perah susu gue ya?” pintanya nakal.
Aku dengan senang hati melakukannya. Kuperah kedua susunya seperti memerah susu sapi, sehingga Fita merintih-rintih.
“Ahh… aww… akh… terus.. Van… ahh… ahhh…”
Payudara
Fita terasa legit dan kenyal. Aku merasa seperti raja yang dilayani dua
wanita cantik. Akhirnya Ami menghentikan pijatan spesialnya. Berganti
tangan kanannya menggenggam pangkal si “ujang”.
“Dulu diwaktu pesta di rumah gue, kontol loe belum ngerasain lidah
gue ya?” kata Ami, dan kemudian dengan cepat lidahnya menjulur menjilat
si “ujang” tepat di bagian bawah lubangnya.
Aku langsung merinding
keenakan dibuatnya. Dan beberapa detik kemudian kurasakan hangat,
lembut, dan basah pada batang kemaluanku. Si “ujang” telah berada di
dalam mulut Ami, tengah disedot dan dimainkan dengan lidahnya. Tidak
hanya itu, Ami juga sesekali mengemut telur kembarku sehingga
menimbulkan rasa ngilu yang nikmat. Sedotan mulut Ami benar-benar
membuatku terbuai, apalagi ketika ia menyedot-nyedot ujung kemaluanku
dengan kuat. Enaknya tidak terlukiskan. Sampai kurasakan alat kelaminku
berdenyut-denyut, siap untuk memuntahkan sperma.
“Mi… gue… udah mau.. ke.. luar…”
Ami semakin intens mengulum dan
menyedot, sehingga akhirnya kemaluanku menyemprotkan sperma berkali-kali
ke dalam mulut Ami. Lemas badanku dibuatnya. Tanganku yang beraksi pada
payudara Fita pun akhirnya berhenti. Ami terus mengulum dan menyedot
kemaluanku, sehingga menimbulkan rasa ngilu yang amat sangat. Aku tidak
tahan dibuatnya.
“Aahh… Ami… udahan dulu dong..!”
“Kok cepet banget keluar?” ledeknya.
“Uaah.., gue kelewat nafsu sih.. maklum dong, selama ini ditahan terus.” aku membela diri.
“Oke deh, kita istirahat sebentar.”
Ami lalu menindih tubuhku. Payudaranya menekan dadaku, begitu kenyal
rasanya. Nafasnya hangat menerpa wajahku. Fita mengambil posisi di
selangkanganku, menjilati kemaluanku. Gairahku perlahan-lahan bangkit
kembali. Kuraba-raba kemaluan Ami hingga akhirnya aku menemukan daging
kenikmatannya. Kucubit pelan sehingga Ami mendesah perlahan. Kugunakan
jari jempol dan telunjukku untuk memainkan daging tersebut, sementara
jari manisku kugunakan untuk mengorek liang sanggamanya. Desahan Ami
semakin terdengar jelas. Kemaluannya terasa begitu basah. Sementara itu
Fita terus saja menjilati kemaluanku. Tidak hanya itu, Fita
mengosok-gosok mulut dan leher si “ujang”, sehingga sekali lagi bulu
kudukku merinding menahan nikmat.
Kali ini aku merasa lebih siap untuk tempur, sehingga langsung saja
aku membalik posisi tubuhku, menindih Ami yang sekarang jadi telentang.
Dan langsung kusodok lubang sanggamanya dengan batang kemaluanku. Ami
mendesis pendek, lalu menghela nafasnya. Seluruh batang kemaluanku
terbenam ke dalam rahim Ami. Aku mulai mengocok maju mundur. Ami
melingkarkan tangannya memeluk tubuhku. Fita yang menganggur melakukan
matsurbasi sambil mengamati kami berdua yang sedang bersatu dalam
kenikmatan bersetubuh. Ami mengeluarkan jeritan-jeritan kecil, sampai
akhirnya berteriak saat mencapai puncak kenikmatannya, berbeda denganku
yang lebih kuat setelah sebelumnya mencapai orgasme.
Kucabut batang kemaluanku dari vagina Ami, dan langsung kuraih tubuh
Fita. Untuk mengistirahatkan si “ujang”, aku menggunakan jari-jariku
untuk mengobok-obok vagina Fita. Kugosok-gosok klitorisnya sehingga Fita
mengerang keras. Kujilati dan kugigit lembut sekujur payudaranya, kanan
dan kiri. Fita meremas rambutku, nafasnya terengah-engah dan memburu.
Setelah kurasakan cukup merangsang Fita, aku bersedia untuk main course.
Fita nampaknya sudah siap untuk menerima seranganku, dan langsung
mengambil doggy style. Vaginanya yang dihiasi bulu-bulu keriting nampak
sudah basah kuyup. Kumasukkan kemaluanku ke dalam liang kenikmatannya
dengan pelan tapi pasti. Fita merintih-rintih keras saat proses
penetrasi berlangsung. Setelah masuk seluruh penisku, kudiamkan beberapa
saat untuk menikmati kehangatan yang diberikan oleh jepitan vagina
Fita. Hangat sekali, lebih hangat dari milik Ami. Setelah itu kumulai
menyodok Fita maju mundur.
Fita memang berisik sekali! Saat kami melakukan sanggama,
teriakan-teriakannya terdengar kencang. Tapi aku suka juga mendengarnya.
Kedua payudaranya bergelantungan bergerak liar seiring dengan gerakan
kami. Kupikir sayang kalau tidak dimanfaatkan, maka kuraih saja kedua
danging kenyal tersebut dan langsung kuremas-remas sepuasnya. Nafsuku
semakin memuncak, sehingga sodokanku semakin kupercepat, membuat Fita
semakin keras mengeluarkan suara.
“Aaahh… Aaahh… Gue keluaar… Aaah..” teriak Fita dengan lantang.
Fita terkulai lemas, sementara aku terus menyetubuhinya. Beberapa saat kemudian aku merasa mulai mendekati puncak kepuasan.
“Fit… gue mau keluar nih…”
Fita
langsung melepaskan kemaluannya dari kemaluanku, dan langsung mengulum
kemaluanku sehingga akhirnya aku memuntahkan spermaku di dalam mulut
Fita, yang ditelan oleh Fita sampai habis.
Aku berbaring, capek. Nikmat dan puas sekali rasanya. Ami berbaring
di sisiku. Payudaranya terasa lembut dan hangat menyentuh lengan
kananku. Fita masih membersihkan batang kemaluanku dengan mulutnya.
“Gimana Van? Puas?” Ami bertanya.
“Puas banget deh… Otak gue ringan banget rasanya.”
“Gue mandi dulu ya?” Fita memotong pembicaraan kami.
Lalu ia menuju kamar mandi.
“Gue begini juga karena gue lagi pengen kok. Joe udah dua minggu pergi. Nggak tau baliknya kapan.” Ami menjelaskan.
“Nggak masalah kok. Gue juga emang lagi butuh sih. Lain kali juga gue nggak keberatan.”
“Huss!
Sembarangan loe. Gue selingkuh cuma sekali-sekali aja, cuma pengen
balas dendam ama Joe. Dia suka selingkuh juga sih! Beda kasusnya ama
loe!”
Aku diam saja. Ami bangkit dari ranjang dan mengingatkanku.
“Udah hampir setengah delapan malem tuh. Nanti Fay bingung lho!”
Aku jadi tersadar. Cepat-cepat kukenakan pakaianku, tanpa mandi
terlebih dahulu. Setelah pamit dengan Fita, Ami mengantarku kembali ke
Citraland. Disana kami berpisah, dan aku kembali ke rumah dengan
mobilku. Di rumah, tentu saja Fay menanyakan darimana saja aku sampai
malam belum pulang. Kujawab saja aku habis makan malam bersama teman.
“Yaa… padahal Fay udah siapin makan malem.” Fay kelihatan kecewa.
Sebenarnya aku belum makan malam. Aku lapar.
“Ya udah, Ivan makan lagi aja deh… tapi Ivan mau mandi dulu.” kataku sambil mencium dahinya.
Fay kelihatan bingung, tapi tidak berkata apa-apa.
TAMAT
0 comments:
Post a Comment